Selasa, 03 April 2012

HYPNOCOUNSELING : Antara Carl Rogers dan Milton H. Erickson Part 1

Tulisan di bawah ini merupakan kajian kontemporer mengenai penggunaan hypnosis dalam konseling yang mungkin sampai saat ini menjadi perdebatan di kalangan praktisi bimbingan dan konseling di Indonesia. Tetapi penulis ingin menyajikan sebuah kajian yang bersipat ilmiah dan menempatkan Hypnocounseling sebagai sebuah metode alternatif dalam melakukan layanan konseling di sekolah.

A.       Pengantar
Bimbingan dan konseling sebagai profesi yang utuh kian hari semakin menunjukkan eksistensi dan jati dirinya sebagai sebuah profesi yang bergerak dalam dunia pendidikan. Upaya mendidik (paedagogik) menjadi landasan dan filosopi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling (Sunaryo Kartadinata, 2011). Tujuan bimbingan dan konseling adalah bagaiman membantu konseli untuk mencapai perkembangan optimal yang ditandai dengan kemandirian dalam hidup. Sehingga dalam upaya mencapai kemandirian dari individu diperlukan layanan bimbingan dan konseling.
Konseling merupakan bagian terpenting yang tidak bisa dipisahkan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Terdapat beberapa defines yang menjelaskan apa definisi dan hakikat dari konseling itu sendiri. Cormier & Hackney (Flanagan & Flanagan, 2004) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan yang bersipat membantu dimana orang yang mencari bantuan dan orang yang ahli dalam memberikan bantuan dalam setting tertentu dan kesepekatan bersama. Burke (Flanagan & Flanagan, 2004) mendefinisikan konseling sebagai suatu seni aplikasi yang diperoleh dari pengetahuan psikologi dan teknik untuk mengubah perilaku seseorang. Pendapat lain dikemukakan oleh Shertzer dan Stone (dalam Nurihsan, 2003) yang menjelaskan konseling sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya.
Organisasi-organisasi profesi konseling juga memiliki definisi konseling yang bersipat umum dan ilmiah. American Counseling Association (2010) mendefinisikan konseling sebagai hubungan professional yang mendorong individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai kesehatan mental, kesejahteraan, pendidikan dan tujuan karir. Organisasi konseling dan Psikoterapi Inggris British Association Counselling and Psychotherapy (Dryden, 2003) mendefinisikan konseling terbaru pada bulan November 2003 yang menjelaskan konseling dapat diartikan dimana konselor membantu klien dalam setting yang formal dan penuh kerahasiaan untuk mengeksplor kesulitan yang dimiliki oleh klien, stress yang dialaminya atau ketidakpuasan terhadap hidup atau hilangnya semangat dan tujuan hidup. Dari beberapa konsep dan definisi mengenai konseling, dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling merupakan hubungan membantu yang penuh kerahasiaan dalam membantu permasalahan klien.
Perkembangan konseling dibawa oleh tokoh psikologi humanistik yaitu Carl Rogers yang dikenal sebagai bapak konseling dunia. Rogers membuka tabir baru dalam dunia psikologi yang memandang manusia sebagai individu yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Pemikiran Rogers yang memandang manusia memiliki potensi mempengaruhi perkembangan konseling di dunia dan dikenal dengan pendekatan konseling berpusat diri (client centered counseling). Konsep-konsep seperti empati dan menerima klien apa adanya (unconditional positive regard) merupakan pemikrian Rogers yang sampai saat ini menjadi teknik fundamental dalam konseling. Namun, dalam perkembangannya konseling terus berkembang sampai muncul-muncul pendekatan baru. Dryden (2003) menambahkan bahwa konseling bukan hanya keterampilan konseling. Artinya konselor yang melakukan konseling harus memakai pendekatan tertentu dalam membantu permasalahan konseli. Misalkan konselor yang menggunakan pendekatan konseling kognitif perilaku, mengedepankan prinsip bagaimana cara membantu konseli mengubah dan mengganti distorsi pikiran negatif yang menjadi hambatan mental (limiting belief) untuk berubah.
Perkembangan era konseling yang semakin bervariasi dalam membantu permasalahan klien semakin menuntut konselor untuk memiliki berbagai kompetensi dalam berbagai pendekatan konseling dan psikoterapi. Hypnotherapy merupakan strategi psikoterapi kedua (second strategy) yang diintegrasikan dengan pendekatan konseling dan psikoterapi yang lain seperti Gestalt, Client Centered, Transactional Analysis, dan lain-lain (Hawkins, 2000). Fakta menunjukkan efekif dalam membantu permasalahan psikologis seperti phobia, trauma, kecemasan, tidak percaya diri, manajemen rasa marah sampai pada isu hubungan sosial (Hawkins, 2000; Elman, 1988; Erickson, 1980).
Artikel ini berjudul tentang Hypnocounseling. Mungkin saat ini anda bertanya apa itu Hypnocounseling ? mungkinkah hypnosis dapat digunakan dalam proses konseling ? bagaimana cara melakukan hypnocounseling dan bisakah hypnocounseling dilakukan dalam setting sekolah ?. Pertanyaan-pertanyaan ini akan saya jawab secara deskriptif, ilmiah dan detail supaya anda memahami secara utuh mengenai penggunaan hypnocounseling di sekolah.

Apa itu Hypnocounseling ?
            Akhir-akhir ini hypnosis menjadi tema perbincangan yang menarik di kalangan dunia profesi membantu (helping) baik itu psikologi, konselor, peraawat maupun kedokteran. Lantas apa sebetulnya pengertian hypnosis ? Dalam perkembangannya hypnosis mengalami beberapa perubahan definisi dan menimbulkan pro-kontra di antara praktisi hypnosis itu sendiri. Hypnosis pertama kali berkembang di dunia kedokteran (medical) dan asal mulanya hypnosis digunakan untuk membantu dokter dalam melakukan operasi dalam. Sebelum ada nama “Hypnosis”, seorang dokter yang bernama Fanz Anton Mesmer (1773-1815) berpendapat bahwa di dalam tubuh manusia terdapat medan magnet dimana ketika manusia memiliki masalah fisik bisa disembuhkan dengan cara menariknya melalui besi. Mesmer membuktikannya dengan menyembuhkan berbagai penyakit fisik dengan hanya menyentuhkan besi dan saat itu dikenal dengan nama “Magnetism”. Pada abad ke-19 James Braid seorang dokter yang pertama kali memberikan nama “Hypnosis” diambil dari nama dewa yunani “Hypnoze” yang berarti tidur. James Braid dalam tulisannya menolak teori magnetism dan berpendapat bahwa hypnosis merupakan kondisi hypnosis sangat dipengaruhi oleh sugesti yang dilakukan oleh hypnotist (Hawkins, 2000).
            Selama era 1880-an terjadi dua paham yang berbeda mengenai definisi hypnosis. Jean Martin Charcot seorang Neurologist dari Salt-Petriere Perancis dan Hippolyte Bernheim, seorang fisikawan dari University of Nancy. Marcot mengembangkan hypnosis dari sudut patologis yang menjelaskan bahwa hypnosis dihasilkan gangguan system syaraf samahalnya sperti seseorang yang mengalami hysteria. Berbeda dengan Bernheim yang menjelaskan hypnosis merupakan hasil dari sugesti yang diberikan seseorang dan setiap orang bisa dihipnosis. Sigmund Freud dan rekannya Joseph breur adalah pengikut pemikiran Charcot yang menjelaskan fenomena memori yang hilang saat dalam kondisi hypnosis. Freud pernah melakukan hypnosis dan mengalami kegagalan dalam mempraktekkan hypnosis karena subjek yang dihipnosis adalah orang-orang yang mengalami gangguan saraf dalam dan tidak dapat berkomunikasi. Freud kemudian mempublikasikan teknik baru yang diberi nama psikoanalysis terutama teknik asosiasi bebas. Pemikiran Freud ini mempengaruhi dunia psikoterapi saat itu. Bagi Freud, Hypnosis membutuhkan teknik induksi untuk membawa klien ke dalam kondisi somnambulism (hypnosis dalam)  sementara psikoanalisis tidak mempedulikan kondisi trance tapi lebih memfasilitasi proses katarsis seseorang.
            Milton Erickosn (1902-1980) adalah seorang psikiater yang membawa hypnosis menjadi lebih modern dan masuk ke dalam dunia psikoterapi. Erickson dikenal dengan pendekatannya yang indirect (tidak secara langsung) dalam menghypnosis klien. Erickson dikenal sebagai bapak Hypnosis Modern dan membawa perubahan banyak atas hasil kerjanya dalam membantu masalah-masalah psikologis (Pintar & Lynn, 2008). Erickson memandang bahwa proses hypnosis merupakan proses hypnosis diri sendiri (every hypnosis is self hypnosis) dan peran dari seorang terapis adalah membimbing klien secara kooperatif untuk memasuki kondisi trance / hypnosis. Pemikiran Erickson ini dikenal dengan Erickosnian Hypnotherapy yang sampai saat ini berkembang ke seluruh dunia dan menjadi mazhab psikoterapi yang berpengaruh.
            Erickson melakukan terapi hypnosis terhadap orang-orang yang mengalami masalah-masalah psikologis dalam setting yang non-formal seperti melakukan obrolan biasa. Prinsip yang digunakan Erickson dalam melakukan hypnosis adalah “Accept and utilize” yaitu konsep yang memanfaatkan keunikan dari klien dalam memandunya memasuki kondisi trance. Sehingga selama melakukan terapi, Erickson belum pernah gagal sekalipun dan ini tentu saja bertentangan dengan pemikiran Freud yang menentang bahwa hypnosis tidak bisa digunakan untuk semua orang.
            Pada dekade akhir tahun 1980 banyak sekali para praktisi kesehatan mental yang belajar langsung dari Milton Erickson sebelum akhirnya dia meninggal dunia pada usia 78 tahun. Praktisi konseling di Amerika lebih cenderung menyenangi pendekatan Eriksonian Hypnosis daripada pendekatan tradisional yang menggunakan pendekatan secara langsung (direct). Beberapa pakar konseling seperti Daniel Araoz (1979) mengembangkan suatu integrasi baru dalam konseling yang disebut dengan Hypnocounseling. Dalam tulisannya Araoz (1979) menyatakan bahwa Hypnocounseling bukan merupakan pendekatan baru yang bisa disetarakan dengan REBT, Psikoanalisis, Transactional Analysis dan yang lainnya. Hypnocounseling merupakan konsep yang diambil dari paradigma baru mengenai hypnosis sebagai proses keterampilan belajar kognitif (Diamond, 1978; Kantz, 1979). Tentu saja hal ini bertentangan dengan paradigm pemikiran lama mengenai teori hypnosis yang dikembangkan oleh Bernheim dan Charcot.   

Mengapa Hypnocounseling, Tidak Hypnotherapy ?
            Mungkin ada di antara yang bertanya mengapa menggunakan istilah Hypnocounseling ? bukan hypnotherapy. Hypnocounseling digunakan agar istilah ini tidak bernuansa medis atau kedokteran (Araoz, 1979). Seperti yang dijelaskan, konsep dalam hypnocounseling menilai hypnosis adalah proses pembelajaran kognisi yang memanfaatkan pikiran bawah sadar dalam membantu menyelesaikan permasalahan klien. Jika tujuan konseling adalah agar individu secara mandiri mengambil keputusan dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya (Kartadinata, 2011). Maka, Hypnocounseling merupakan model konseling dengan memanfaatkan kondisi hypnosis dalam membantu permasalahan klien. Tujuan dari Hypnocounseling adalah agar klien secara sadar mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
            Lantas mungkin muncul pertanyaan dalam diri anda, bukankah hypnosis itu tidak sadar ?. Nah, konsep inilah yang saat ini menjadi pro kontra tentang penggunaan hypnosis dalam konseling khususnya di Indonesia. Memang konsep hypnocounseling diambil dari teori tentang pikiran sadar (conscious mind) dan bawah sadar (subconscious mind) atau ada juga yang mengartikan pikiran tidak sadar (unconscious mind). Dalam proses hypnocounseling, orang secara menyadari menginginkan perubahan itu dan melakukan pernyataan siap untuk dibantu melalui hypnosis. Artinya, peran dari konselor yang menggunakan hypnocounseling hanya sebagai fasilitator dan ini sesuai dengan prinsip client centered counseling. Pemikiran bahwa orang yang dihipnosis berada dalam kendali si terapis ini benar-benar kurang tepat karena hypnosis adalah proses pembelajaran kognitif dimana klien mengakses kondisi trance atau mengaktifkan pikiran bawah sadar yang dibimbing oleh terapis. Artinya semuanya penuh dalam kendali klien itu sendiri.
            Pemikiran-pemikiran yang kurang tepat ini dipengaruhi oleh tontonan Stage Hypnosis yang seringkali muncul di layar Televisi yang mungkin secara tidak anda sadari sebetulnya orang yang memiliki pemikiran ini telah terhipnosis oleh tampilan Televisi mengenai hypnosis. Hypnocounseling menggunakan prinsip client centered sebagai prinsip utama dalam terapi. Sama halnya dengan teori The Art of Helping dari Robert Carkchuff (2008) yang mengedepankan prinsip client centered atau The Skilled Helper dari Gerad Egan (2010) yang mengintegrasikan prinsip client centered dan pendekatan cognitive behavior dalam membantu permasalahan klien. Hypnocounseling mengaplikasikan konsep Carkhuff dan Egan yang menggunakan dialog semantik dan penuh keaslian dalam proses konseling (Gunninson, 2004). Artinya Hypnocounseling bukan merupakan teori baru atau pendekatan baru akan tetapi Hypnocounseling merupakan kondisi hypnosis yang digunakan dalam proses konseling. Pendekatan-pendekatan konseling lain seperti Cognitive Behavior Counseling, Rational Emotive Behavior Counseling, Transactional Analysis Counseling bahkan Psychodynamic Counseling dapat diintegrasikan dengan kondisi hypnosis dan inilah Hypnocounseling.


Daftar Pustaka
Araoz, Daniel L. (1979). Hypnocounseling. Published by Department of Counseling Long Island University. Terdapat di www.eric.go.id

Carkchuff, Robert. (2008). The Art of Helping. Amherst, MA : Possibilities Publishing

Egan, Gerard. (2010). The Skilled Helper : A Problem Management and Opportunity-Approach to Helping. Belmont, CA : Brooks/Cole

Flanagan, Jhon-Sommers & Rika-Sommers Flanagan. (2004). Counselling and Psychotherapy Theory In Context and Practice. New Jersey : Jhon Wiley and Son, Inc.

Gunninson, Hugh. (2004). Hypnocounseling : An Eclectic Bridge Between Carl Rogers and Milton Erickosn. CT : Crown House Publishing

Hawkins, Peter J. (2000). Hypnosis in Counselling and Psychotherapy. Dalam Stephen Palmer, Introduction to Counselling and Psychotherapy : Essential Guide. London : Sage Publication Ltd

Lynn, Steve Jay & Judith W. Rhue. (1991). Theory of Hypnosis : Current Models and Perspective. New York : The Guilford Press

Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Paedagogis. Bandung : UPI Press.

Neukrug, Ed. (2012). The World of Counselor : An Introduction to The Counseling Profession. Belmont, CA : Brooks/Cole

Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Penerbit Mutiara

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Free Samples By Mail