Gian Sugiana Sugara
Konselor Sekolah SMK Profita Bandung / Mahasiswa S2 Bimbingan dan
Konseling
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak. Makalah ini berisi mengenai penanganan siswa yang mengalami kejenuhan
belajar dengan menggunakan teknik konseling ego state. Siswa yang mengalami
kejenuhan belajar mengalami kelelahan emosi, penurunan keyakinan diri dalam
akademis dan meningkatnya sikap sinisme terhadap kegiatan belajar. Konselor
sekolah memiliki peranan yang penting dalam menangani siswa yang mengalami
kejenuhan belajar. Salah satu bentuk intervensi yang dinilai cocok adalah
konseling ego state yang terbukti efektif menangani kasus-kasus depresi,
kecemasan, trauma dan rasa takut yang berlebihan. Konseling ego state merupakan teknik terapi singkat
yang berdasar pada premis kepribadian yang terdiri dari bagian-bagian (parts)
terpisah. Berdasarkan hasil studi menjelaskan kejenuhan belajar terjadi karena
tekanan stress yang tidak terkelola dalam rentang waktu yang lama. Konseling ego
state bertujuan untuk menghilangkan gejala-gejala kejenuhan belajar yang
dirasakan oleh konseli. Konselor melakukan identifikasi dengan membagi dua
bagian yang saling bertentangan dan menyebabkan kejenuhan belajar. Proses
konseling ego state dalam menangani konseli yang mengalami kejenuhan
belajar terdiri dari mengakses ego state yang jenuh, melakukan regresi untuk
mengetahui akar masalah. Setelah itu, melakukan proses ekpresi, pelepasan dan
penenangan ego state yang terluka dengan mencari ego state yang lebih dewasa
dan mau mengasuh.
Kata Kunci : Burnout, Konseling, Ego State
© 2013 Published by Panitia Kongres XII dan
Konvensi Nasional BK XVIII
A. PENDAHULUAN
Stress adalah kondisi kejiwaan ketika jiwa itu mendapat
beban (Sarwono, 2003). Remaja sangat rentan untuk terjadinya stress bahkan
dalam belajar. Proses belajar yang terus-menerus dilakukan para siswa
serta tekanan-tekanan, baik dari dalam diri maupun lingkungannya untuk mencapai
prestasi belajar yang maksimal, terkadang membawa siswa pada batas kemampuan
jasmaniahnya. Hal ini kemudian membuat siswa mengalami keletihan, kebosanan,
dan kejenuhan dalam belajar. Istilah kejenuhan atau Burnout ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1974 oleh
Freudeunberg yang meneliti tentang kejenuhan kerja pada para pekerja sosial.
Cherniss (1980) mengartikan ‘Burnout is a
state of emotional, mental, and physical exhaustion caused by excessive and
prolonged stress’. Dengan
demikian, kejenuhan adalah keadaan kelelahan fisik, mental, sikap dan emosi individu atau pekerja karena
keterlibatan yang intensif dengan pekerjaan dan
dalam jangka waktu panjang” (Ilfiandra,
2002; Agustin, 2009). Burnout menyebabkan individu bosan dan tidak semangat
dalam mengerjakan tugas. Hal ini biasa terjadi karena adanya pengulangan dalam
proses pembelajaran sehingga membuat bosan dan akhirnya menghindar dari tugas
yang harus dipenuhi.
Konsep kejenuhan belajar (Student Burnout) pertama kali muncul dan
dikembangkan oleh beberapa penelitian yang dilakukan diantaranya oleh Noushad
(2008), Schaufeli et al (2002),
Jacobs et al (2003), Lightsey &
Hulsey (2002), Silvar (2001) dan Agustin (2009) yang menemukan bahwasanya
kecenderungan kejenuhan dengan segala faktor penyebabnya bukan hanya terjadi
pada adegan pekerjaan akan tetapi kejenuhanpun dapat terjadi pada kegiatan
belajar. Kejenuhan belajar muncul dari adanya proses pengulangan belajar yang
tidak mendatangkan prestasi atau hasil yang memuaskan sehingga membuat individu
letih baik secara fisik maupun psikis.
Maslach et al (1997) menjelaskan bahwa siswa yang mengalami kejenuhan
belajar (burnout) mengalami tiga hal
utama yakni keletihan emosi (emotional
exhaustion), meningkatnya sikap sinis terhadap belajar (depersonalization) dan menurunnya
keyakinan diri dalam belajar (reduce
academic efficacy). Noushad (2008) menjelaskan bahwa keletihan emosi akibat
kejenuhan ditandai dengan sikap mudah menyerah, lelah dan lesu tanpa gairah
belajar. Keletihan emosi mengakibatkan individu tidak semangat belajar dan
merasa energinya terkuras habis tanpa mendapatkan hal yang penting untuk
dirinya. Individu yang mengalami kejenuhan belajar akan merasa energinya habis
secara emosi, mudah putus asa dan frustrasi (Maslach et al, 1997). Sinisme seringkali disebut depersonalisasi, gejala
kejenuhan dalam bentuk sinisme membuat individu tidak nyaman berada di dalam
kelas maupun mengikuti aktivitas belajar. Maslach et al (1997) menjelaskan bahwa komponen kejenuhan belajar dalam
bentuk sinisme ini muncul dalam bentuk perasaan sinis, dingin dan menjaga
jarak. Artinya individu menunjukkan perilaku mekanisme pertahanan diri terhadap
tuntutan dan beban akademis yang dipikulnya. Bentuk perilaku sinisme yang
seringkali muncul pada siswa yang mengalami kejenuhan belajar yakni seperti
bolos sekolah, marah-marah, tidak mengerjakan tugas rumah, atau berpikiran
negatif terhadap guru dan kehilangan ketertarikan terhadap mata pelajaran.
Siswa yang mengalami kejenuhan belajar juga mengalami penurunan keyakinan diri
dalam belajar. Noushad (2008) menjelaskan bahwa karakteristik individu yang
menderita karena menurunnya keyakinan akademik yakni merasa menjadi orang yang
tidak bahagia dan malang, tidak puas terhadap hasil belajar yang didapatkannya,
merasa tidak kompeten, rasa percaya diri yang rendah dan merasa tidak
berprestasi.
Kondisi seperti ini kerapkali menyebabkan siswa tidak bisa konsentrasi
dalam belajar bahkan memungkinkan untuk terjadinya perilaku menyimpang seperti
bolos, pura-pura sakit, dan lain-lain. Jika hal ini, tidak
ditindaklanjuti dengan serius oleh para pendidik maka akan mengganggu proses
belajar dan menurunnya produktivitas belajar. Dengan demikian, diperlukan layanan
bimbingan dan konseling memiliki andil yang sangat besar dalam membantu siswa
atau konseli yang mengalami kejenuhan belajar. Makalah ini menyajikan sebuah
pendekatan dan teknik konseling ego state dalam menangani konseli yang
mengalami kejenuhan belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ego state
therapy secara efektif dapat digunakan dalam membantu masalah seperti post
traumatic stress disorder (PTSD), depresi, multiple personality
disorder, adiksi, manajemen rasa marah, trauma, panic attack, obsessive
compulsive disorder dan kecemasan (Barabaz & Watkins, 2008; Watkin
& Watkins, 1997; Emmerson; 2007; Philips, 2008).
B.
PEMBAHASAN
Untuk
memahami lebih jauh bagaimana gambaran konseling ego state bagi konseli yang
mengalami kejenuhan belajar (burnout)
berikut ini akan dijelaskan mengenai konsep konseling ego etate, tujuan
dari konseling ego state, penanganan konseli yang mengalami kejenuhan
belajar (burnout) melalui konseling ego
state.
Konsep Konseling Ego State
Teknik konseling ego state termasuk pendekatan konseling yang baru dan
berkembang pada pertengahan 1970 yang diperkenalkan oleh Jhon G. Watkins
berdasarkan konsep segmentasi kepribadian dari Weiss dan Federn (Emmerson,
2002). J.G.
Watkins & H.H Watkins (1997) mendefinisikan ego state therapy
sebagai sebuah terapi yang menggunakan pendekatan individu, keluarga, dan
terapi kelompok dalam mengakses dan berhubungan dengan ego state yang
bertujuan untuk melepaskan dan mengatasi konflik ego state yang terjadi. Konflik
ego state yang terjadi seringkali membuat seseorang mengalami kecemasa, depresi
bahkan perilaku salah suai (Watkins, 1993). Misalnya kita mengalami konflik dan
sering berkata “Kadang-kadang saya membenci diri saya” atau “Saya tidak
menyukai diri saya ketika melakukan hal itu”. Ketika konflik ego state itu
tidak tertangani, maka akan menyebabkan masalah bagi individu.
Emmerson
(2010) menjelaskan bahwa ego state adalah bagian kecil dari kepribadian
seseorang. Setiap kali kita berbicara “saya seperti ini orangnya” atau “ada
bagian saya yang membuat saya tidak tenang” maka itulah ego state. Sebuah ego
state merupakan satu bagian dari sekumpulan kelompok yang mempunyai keadaan
atau kondisi emosi yang setara, yang dibedakan berdasarkan tugas khusus, perasaan
(mood), dan fungsi mental, dimana kesadaran diasumsikan sebagai
identitas dari orang tersebut (Hartman & Zimberoff, 2003, Emmerson, 2010).
Kumpulan dari ego state membentuk kepribadian utuh dari seseorang dan
jumlahnya tidak dapat dihitung akan tetapi dalam satu minggu ego state seseorang
yang muncul berjumlah sekitar 5 hingga 15 ego state (Emmerson, 2010).
Konsep ego
state juga digunakan dalam pendekatan Transactional Analysis Therapy
akan tetapi istilah ego state yang dipaparkan Eric Berne (1961) berbeda
dengan ego state yang dipaparkan oleh J. G Watkins dan H.H Watkins. Ego
state dalam transactional analysis merupakan konsep komunikasi
interaksional bagian diri yang terdiri dari tiga yaitu ego state anak, ego
state dewasa dan ego state orang tua. Sementara dalam konsep ego
state therapy, jumlah ego state tidak terhitung karena ego state merupakan
bagian dari kepribadian yang memiliki kondisi perasaan yang setara, logika,
keterampilan dan terus berkembang (Hartman & Zimberoff, 2003).
Ego state mulai
berkembang ketika masa kanak-kanak dimana otak mulai berkembang. Semua ego
state berkembang untuk memuaskan beberapa kebutuhan (Arif, 2011). Awal
munculnya ego state diawali dengan penanaman nilai (imprint) yang
diberikan oleh orang tua kepada anak serta penguatan berupa penghargaan secara
verbal sehingga ego state semakin berkembang dan menjadi ego state yang
matang (Watkins & Watkins, 1997; Emmerson 2007). Setiap ego state memiliki
potensi untuk konflik dan melakukan sabotase diri. Fenomena ini dapat kita
lihat pada seseorang yang mengalami kejenuhan belajar (burnout). Ada bagian diri yang berkata “saya ingin berprestasi dan
menjadi siswa yang sukses”. Tetapi bagian diri yang lain merasakan bahwa “saya
malas belajar. Belajar tidak ada gunanya bagi saya”. Disini terjadi konflik ego
state dimana ego state yang ingin berprestasi dan malas belajar. Hal
ini dapat terjadi karena pengalaman sejak kecil atau penanaman nilai (imprint) yang kurang tepat yang
dilakukan oleh orang tua saat kecil (Hartman & Zimberoff, 2003).
Kondisi Alami Ego
State
Dalam
melakukan proses konseling dengan menggunakan teknik konseling ego state diperlukan pemahaman mengenai kondisi alami
sehingga memudahkan kita dalam melakukan intervensi. Emmerson (2010) menjelaskan ada empat kondisi ego state dalam
diri kita :
1.
Normal
ego state yaitu ego
state yang berperan positif. Tujuan inti dari konseling ego state adalah
untuk membantu semua state berfungsi menjadi normal kembali.
2.
Vaded
ego state yaitu ego
state yang bersipat menganggu sehingga membuat orang tersebut sering
melakukan tindakan yang tidak ingin dilakukan. Vaded ego state muncul
karena trauma dan penolakan di masa lalu dan tidak terselesaikan. Bila vaded ego
state ini menjadi executive akan membuat perasaan orang tersebut menjadi
buruk bahkan menjadi di luar kendali dan tidak dapat melakukan sesuatu yang
diinginkannya.
3.
Retro
ego state yaitu ego
state yang muncul dan berkembang di masa lalu, ego state ini
tercipta sejak kita masih kecil dan dulu state ini berguna atau digunakan
tetapi sekarang sudah tidak berguna lagi. Tetapi kadang suka muncul dan
menganggu atau menguntukan seseorang.
4.
Conflicted
ego state yaitu
beberapa ego state yang saling berkonflik dan kadang menjadi masalah
bagi orang tersebut. Sebenarnya, conflicted ego state mempunyai maksud
positif tetapi kadang mereka bertengkar atau berbeda pendapat secara internal.
Contoh : “saya ingin lepas dari rasa takut naik motor setelah kecelakaan tapi
bila naik, saya khawatir terjadi kecelakaan lagi”
Tujuan dari Konseling Ego State
Tujuan inti dari konseling
ego state adalah membuat ego state yang vaded, retro atau konflik
menjadi ego state normal sehingga individu terbebas dari sabotase diri
dan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya (Watkins & Watkins, 1997;
Barabasz & Watkins, 2008). Secara garis besar, Emmerson (2003) merumuskan
tujuan ego state therapy meliputi :
1.
Mengalokasikan
dimana adanya kesakitan, trauma, kemarahan atau frustrasi dalam ego state dan
memfasilitasi ekspresi, melepaskan emosi negatif, memberikan rasa nyaman serta
memberdayakan diri
2.
Memfasilitasi
fungsi komunikasi di antara ego state
3.
Menolong
klien mengenal ego state mereka sehingga klien dapat memetik kentungan
yang lebih
4.
Mengatasi
konflik diri atau konflik ego state
Bagi
korban yang mengalami kejenuhan belajar (burnout),
konseling dengan menggunakan ego state bertujuan untuk menemukan ego
state yang merasa jenuh (vaded) kemudian memfasilitasi proses
pelepasan emosi negatif dan ekspresi setelah itu mencari ego state lain
yang dapat membantu dan melindungi ego state yang jenuh (Emmerson 2006).
Penanganan
Konseli yang Mengalami Kejenuhan Belajar (Burnout)
Melalui Konseling Ego State.
Konseling ego state merupakan teknik konseling singkat yang
berdasar pada premis kepribadian yang terdiri dari bagian-bagian (parts)
terpisah dan ini disebut ego state (Emmerson, 2011). Ego state
seringkali disebut bagian kecil dari kepribadian seseorang. Tujuan inti dari konseling
ego state adalah membuat ego state yang vaded, retro atau konflik
menjadi ego state normal sehingga individu terbebas dari sabotase diri
dan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya (Watkins & Watkins, 1997;
Barabasz & Watkins, 2008).
Konseli yang
mengalami kejenuhan belajar terlihat letih secara emosi dan merasa energi yang
dimilikinya habis terkuras. Hal ini disebabkan karena ada ego state yang merasa
jenuh dan bosan dalam belajar sehingga ketika ego state ini menjadi ego state
yang nampak (executive), membuat
konseli letih emosi. Emmerson (2006) menjelaskan ketika vaded ego state menjadi
ego state yang nampak, maka individu tersebut cenderung akan melakukan sabotase
terhadap dirinya. Dalam kasus kejenuhan belajar (burnout), ego state yang jenuh belajar melakukan sabotase terhadap
diri sehingga membuat konseli menjadi malas dan tidak ada semangat belajar.
Jika kondisi ini dibiarkan begitu saja, maka konseli akan mengalami frustrasi
dan depresi (Cherniss, 1980). Namun, berbeda jika ego state yang nampak adalah
ego state yang normal. Misalkan pada kasus siswa yang berprestasi, ketika siswa
tersebut mendapatkan prestasi dan penghargaan dari lingkungan, maka ego state
berprestasi akan terus muncul dan mendukung agar siswa tersebut termotivasi.
Dengan demikian, siswa tersebut akan siap dalam menghadapi ujian dan tantangan
dalam belajarnya.
Kejenuhan
belajar (burnout) melakukan
pemblokiran terhadap ego state yang normal sehingga konseli mengalami merasa
letih secara emosi, meningkatnya sikap sinis terhadap belajar dan menurunnya
keyakinan dalam belajar (Maslach & Jackson, 1997). Konselor perlu untuk
menemukan ego state yang membuat jenuh dan melakukan komunikasi dengan ego
state lain yang lebih berdaya dan dapat membantu ego state yang merasa jenuh belajar
(Emmerson, 2006). Untuk itu dalam menangani konseli yang mengalami kejenuhan
belajar melalui konseling ego state diperlukan langkah-langkah sebagai berikut
:
1.
Minta
konseli untuk fokus pada perasaannya ketika mengalami gejala kejenuhan belajar
2.
Perkuat
perasaan negatif sampai konseli merasakan efeknya pada tubuhnya. Setelah itu
tanyakan dibagian kepada konseli dibagian tubuh mana konseli merasakan
kejenuhan belajar
3.
Beri
nama untuk ego state yang mengalami kejenuhan belajar
4.
Bicara
langsung dengan ego state yang mengalami kejenuhan belajar untuk melihat cara
lain yang dapat dilakukan ketika mengalami kejenuhan belajar sebelumnya
5.
Konselor
memanggil ego state dimasa lalu yang dapat membantu ego state yang mengalami
kejenuhan belajar. Lakukan langkah yang sama seperti yang di atas dan beri nama
ego state tersebut.
6.
Konselor
berbicara dengan ego state yang lebih berdaya agar mau membantu ego state yang
mengalami kejenuhan belajar.
7.
Konselor
memfasilitasi negosiasi antara ego state yang mengalami kejenuhan belajar
berbicara dengan ego state yang lebih berdaya.
8.
Pastikan
semua ego state menyetujui negosiasi
9.
Ingatkan
setiap ego state dengan kesepakatan yang telah dibuat dan ucapkan terima kasih
kepada setiap ego state karena mau bekerjasama. Konselor dapat memfasilitasi
konseli dengan mengganti nama ego state yang mengalami kejenuhan belajar
diganti namanya dengan ego state yang lebih berdaya.
10.
Bimbing
konseli untuk membayangkan diri sedang belajar di sekolah dan tanyakan kepada
konseli bagaimana perasaannya.
11.
Pastikan
konseli tidak merasakan lagi gejala kejenuhan belajar. Jika konseli masih
merasa masih ada ego state yang mengalami kejenuhan belajar, lakukan
langkah-langkah yang sama dari langkah nomor 5 sampai 10
12.
Jika
konseli sudah tidak merasakan kejenuhan belajar lagi, akhiri sesi konseling
dengan memotivasi konseli agar lebih baik.
Contoh
Sesi Konseling Ego State dalam Menangani Konseli yang Mengalami Kejenuhan
Belajar (Burnout)
Skrip dibawah ini merupakan sesi
konseling dengan menggunakan ego state dalam menangani konseli yang mengalami
kejenuhan belajar. Nama konseli Andri, ia menunjukkan gejala kejenuhan belajar
yang ditandai dengan tidak ada semangat belajar, merasa bosan belajar bahkan
seringkali bolos sekolah. Berikut cuplikan rangkuman sesi konseling ego state.
Konselor : Andri,
bapak ingin andri bayangkan saat dimana andri merasa bosan belajar...merasa
jenuh dan sangat malas sekali untuk belajar. Andri boleh sambil memejamkan
mata. Andri bisa membayangkan sedang berada di dalam kelas dan apa yang terjadi
pada andri
Konseli : Saya sedang berada di kelas dan begitu sangat malas sekali belajar.
Saya merasa bosan belajar. Ingin keluar dari kelas dan hilang karena begitu
jenuh, pak
Konselor : saat
kamu merasa jenuh, dibagian tubuh mana kamu merasakan perasaan jenuh itu ?
Konseli : Kepala saya terasa berat. Dan tubuh saya terasa letih dan malas untuk
melakukan sesuatu
Konselor : Coba sekarang andri fokuskan pada perasaan
yang jenuh tersebut dan pada bagian kepala andri
Konseli : Terlalu berat, pak. Saya jadi malas dan capek
Konselor : Jika dikasih nama bagian diri dari andri
yang merasa jenuh ini dikasih nama apa ?
Konseli : Boring
Konselor : Oke, terima kasih ’Boring’ telah mau berbicara
dengan saya. ’Boring’ adalah bagian diri dari Andri. Boring, apakah pernah
mengalami situasi dimana Boring menikmati belajar ?
Konseli : Tidak pernah
Konselor : Bagaimana
ketika sedang berada di rumah ?
Konseli : Sama saja. Malah semakin malas ngapa-ngapain
Konselor : Tentunya susah sekali untuk Boring keluar
dari rasa malas belajar. Tapi, Boring ingin kan agar Andri sukses dan berhasil
dalam belajar sehingga Andri bahagia ?
Konseli :
Ya, tentu. Saya ingin Andri bahagia dan
sukses dalam belajarnya
Konselor : Jika demikian, Boring mau mencoba untuk
membantu Andri agar bisa lebih baik lagi dalam belajar dan dia bisa semangat
untuk belajar
Konseli :
Ya, tentu saya mau
Konselor : Saya sangat menghargai sekali bantuan
’Boring’. Saya tahu tentunya begitu berat bagi Boring untuk keluar dari masalah
ini. Saya ucapkan terima kasih mau berbicara dengan saya. Sekarang saya akan
berbicara dengan bagian diri yang lain dari Andri. Saya ingin kamu ingat lagi
saat dimana kamu saat dimana kamu merasa begitu bergairah dan semangat dalam
hidup. Mungkin itu dulu pernah kamu alami dan saat ini bawa kembali pengalaman
dan perasaan masa lalu Andri. Coba ceritakan apa yang andri alami ?
Konseli :
Saya menjadi juara lomba lari saat SD
Konselor : Kelas berapa itu dan terus apa yang terjadi
?
Konseli :
Saat kelas 4 SD. Saya mengikuti lomba
lari antar kelas dan saya menjadi juara lari saat itu
Konselor : Apa yang kamu rasakan saat itu ?
Konseli :
Senang dan bahagia
Konselor : Pada bagian tubuh mana kamu merasakan
perasaan Senang dan bahagia ini ? Apakah di dadat, diperut atau dimana ?
Konseli :
di dada
Konselor : Bagus sekarang kamu fokus pada perasaan
senang dan bahagia di bagian dada. Jika seandainya dikasih nama, diberikan nama
apa bagian diri kamu yang senang dan bahagia ini ?
Konseli :
Semangat
Konselor : Baik, sekarang saya ingin berbicara dengan
si ’Semangat’. Katakan ’Ya, saya disini’ jika ’Semangat’ mendengar suara saya
Konseli :
Ya, saya ada disini
Konselor :’Semangat’ saya ucapkan terima kasih karena
telah mau berbicara dengan saya. ’Semangat’, anda adalah bagian diri dari Andri
dan saat ini ada bagian diri dari Andri yang bernama ’Boring’, dia merasa malas
dan jenuh dalam belajar. Maukah ’Semangat’ membantu ’Boring’ agar termotivasi
lagi dalam belajar
Konseli :
Saya sih mau aja membantu ’Boring’ agar
punya motivasi dalam belajar. Karena itu semua juga untuk kebaikan masa depan
Andri juga
Konselor : Oke, ’Semangat’ saya ucapkan terima kasih
karena mau membantu ’Boring’. Sekarang saya ingin berbicara dengan ’Boring’,
bisa mendengar suara saya.
Konseli :
Ya, saya bisa mendengar
Konselor : ’Boring’ tadi dengar sendiri kan bahwasanya
’Semangat’ mau membantu ’Boring’ untuk keluar dari masalah yang sedang ’Boring’
hadapi. Bagaimana ’Boring’ mau berbagi dengan ’Semangat’ tentang perasaan yang
mengganggu ’Boring’ ?
Konseli :
Ya, tadi saya mendengar. Saya berharap
bisa membantu banyak
Konselor : Oke, saya ingin berbicara dengan ’Semangat”.
Coba anda katakan kepada ’Boring’ bahwa saya akan selalu membantumu dan akan
selalu ada untukmu dalam menghadapi situasi terberat apapun dalam hidup. Coba
katakan
Konseli :
(Konseli menjadi ’Semangat’ dan mengatakan kata-kata yang dipandu oleh
Konselor)
Konselor : Oke, sekarang saya ingin berbicara dengan
’Boring’, bagaimana perasaannya sekarang ?
Konselor : Saya merasa lebih baik dan semangat untuk
belajar
Konselor : Ya, itu bagus karena ’Boring” anda adalah
bagian diri dari Andri dan pasti ingin membuat Andri bahagia dan tentunya
dengan membantu Andri agar senantiasa semangat belajar bisa membuat Andri
bahagia
Konseli :
Ya, saya mencoba untuk mulai bangkit dan
semangat lagi dalam belajar
Konselor : ’Boring’ apakah anda masih ingin disebut
dengan sebutan nama itu atau ingin diubah menjadi nama yang lebih positif ?
Konseli :
saya ingin diubah aja
Konselor : Kira-kira nama apa yang ingin anda gunakan
untuk mengganti nama ’Boring’
Konseli :
”Motivator’. Kayanya itu nama yang lebih
baik
Konselor : Baiklah mulai sekarang ’Boring’ berubah nama
menjadi ’Motivator’ dan akan membantu Andri agar terus semangat belajar dalam
mencapai impiannya
Konseli :
Ya
Konselor : Baik, saya ucapkan terima kasih kepada
’Motivator’ dan ’Semangat’ kalian berdua adalah bagian dari diri Andri yang
sangat penting dan akan bersama-sama membantu Andri agar bahagia. Sekarang,
saya persilahkan ’Motivator’ dan ’Semangat’ untuk kembali lagi ke dalam diri
Andri. Sekarang saya ingin berbicara Andri, bisa mendengar suara saya
Konseli :
Ya, saya bisa mendengar
Konselor : Andri sekarang saya ingin kamu bayangkan
sedang berada di sekolah dan berada di kelas. Apa yang kamu rasakan ?
Konseli :
Saya merasa semangat belajar dengan
teman-teman. Semakin yakin bisa mencapai impian saya
Konselor : Ya, bagus itu artinya Andri berani untuk
mengambil keputusan agar lebih dekat dengan impian Andri dan bapak penasaran
apa yang akan terjadi pada diri Andri ketika bisa mencapai impian-impian
Andri.Sekarang Andri boleh membuka mata
Konseli :
(Konseli membuka mata) wah, pak saya ucapkan terima kasih. Sekarang saya merasa
semangat lagi dalam belajar.
Contoh ringkasan sesi
konseling ego state di atas memberikan gambaran bagaimana cara menangani
konseli yang mengalami kejenuhan belajar (burnout).
Langkah-langkah di atas merupakan penanganan konseling ego state yang spesifik
menangani kasus kejenuhan belajar. Akan tetapi, langkah-langkah tersebut dapat
digunakan pada kasus yang berbeda.
C. KESIMPULAN
Kejenuhan belajar harus segera ditangani karena jika tidak tertangani maka
siswa yang mengalami kejenuhan belajar akan menjadi depresi. Model konseling
hipotetik ego state dalam menunrunkan gejala kejenuhan belajar siswa berfokus
pada penurunan gejala kejenuhan belajar yang dirasakan dengan melakukan
analisis menggunakan regresi untuk mengetahui pertama kalinya emosi negatif itu
muncul setelah itu melakukan pelepasan dan mencari ego state lain yang lebih
matang untuk mendamaikan bagian diri yang konflik. Konseling ego state dapat
menjadi metode dan alat dalam memberikan bantuan kepada konseli yang mengalami
kejenuhan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin,
Mubiar. (2009). Model Konseling Kognitif-Perilaku Untuk Menangani Burnout pada
Mahasiswa (Disertasi). Bandung : PPS
UPI
Arif, Antonius.
(2011). Ego State Therapy. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Barabasz,
Arreed, Marianne Barabasz & Jhon G. Watkins. (2011). Single-Session
Manualized Ego State Therapy For Combat Stress Injury, Post Traumatic Stress
Disorder, Acuted Stress Disorder, Part 1 : The Theory. International Journal of Clinical and
Experimental Hypnosis, 59, 379-391.
Cherniss.
(1980). Staff Burnout Job Stress in the
Human Services. London : Sage Publications
Emmerson,
Gordon & Debbi Holopainen. (2002). Ego State Therapy and The Treatment of
Depression. The Australian Journal
Clinical Hypnotherapy & Hypnosis, 23, 89-100
Emmerson,
Gordon. (2006). Advance Skills and
Interventions in Therapeutic Counseling. Carmethen, United Kingdom : Crown
House
Emmerson,
Gordon. (2010). Ego State Therapy. Carmethen, United Kingdom : Crown
House
Flanagan,
Jhon-Sommers & Rika-Sommers Flanagan. (2004). Counselling and
Psychotherapy Theory In Context and Practice. New Jersey : Jhon Wiley and
Son, Inc.
Forgash,
Carol & Jim Knipe. (2008). Integrating EMDR and Ego State Therapy for
Client with Trauma Disorder. In Carol L. Forgash and Margaret Copeley, Healing Trauma with EMDR and Ego State
Therpay. (pp. 91-120). New York, NY : Springer Publishing.
Hartman,
David & Diane Zimberoff. (2003). Ego State In Heart-Centered Therapies. Journal
of Heart-Centered Therapies, Vol. 6, No. 1, pp. 47-92
Hawkins,
Peter J. (2000). Hypnosis in Counselling and Psychotherapy. In Stephen Palmer, Introduction
to Counselling and Psychotherapy : Essential Guide. London : Sage
Publication Ltd
Ilfiandra.
(2008). Fenomena Burnout Guru SD
di Kota Bandung dan Faktor-Faktor yang Melatarbelakanginya. Bandung : Jurnal Psikopaedagogia Volume
2 Nomor 3, Mei 2001/2002
Jacobs,
et al. (2003). Student Burnout as a
Function Personality, Social Support, and Work Load. Jorunal of Collage Development.
[Online]. Tersedia : www.findarticle.com/p/article/mi. [14 November
2009]
Lightsey,
R. O. Jr & C.D. Hulsey. (2002). Impulsivity,
Coping Stress, Burnout and Problem Gambling Among University Students.
Journal of Couseling Psychology. Vol. 49. No.2. PP. 202-211.
Lynn,
Steve Jay & Judith W. Rhue. (1991). Theory of Hypnosis : Current Models
and Perspective. New York : The Guilford Press
Neukrug,
Ed. (2012). The World of Counselor : An Introduction to The Counseling
Profession. Belmont, CA : Brooks/Cole
Maslach,
Christina et al. (1997). Maslach Burnout Inventory. California :
Consulting Psychology Press
Maslach,
C & Leiter, P.M. (1993). The Truth About Burnout. How to Organizations
Cause Personal Stress and What to Do About it. San Francisco : Jorsey-Bass
Publishers.
Noushad, P.P. (2008). From Teacher
Burnout to Student Burnout. [Online]. Tersedia :
http//www.eric.go.id/from-teacher-burnout-to student-burnout.pdf. [5 Desember
2009]
Philips,
Maggie. (2001). Healing The Divided Self. In Raymond J. Corsini, Handbook of
Innovative Therapy. (pp. 279-292). New York, NY : Jhon Wiley & Son,
Inc.
Philips,
Maggie. (2008). Combinging Hypnosis with EMDR and Ego State Therapy for Ego
Strengthening, In Carol L. Forgash and Margaret Copeley, Healing Trauma with EMDR and Ego State
Therpay. (pp. 91-120). New York, NY : Springer Publishing
Schaufeli, W. et al. (2002). Burnout and Engagement in University Student. Journal of Cross
Cultural Psychology. Vol. 33 No. 55. PP. 464-581. Western Washington University
Silvar, Branko. (2001). The syndrome of burnout, self-image, and anxiety with grammar school students. Journal of Psychology. Vol. 10. No. 2. PP. 21-32. Board of Education of the Republic of Slovenia
Watkins,
Jhon G. & Watkins, Helen H. (1997). Ego State : Theory and Therapy.
New York, NY : Norton & Company
Watkins,
Jhon G. & Barabasz, Arreed. (2005). Hypnotherapeutic Techniques 2E.
New York, NY : Routledge
Watkins,
Jhon G. & Barabasz, Arreed. (2008). Advanced Hypnotherapy : Hypnodynamic
Technique. New York, NY : Routledge
Watkins,
Helen Huth. (1993). Ego State Therapy : Overview. American Journal of Clinical
Hypnosis. Vol. 35, No. 4, pp 232–240.
0 komentar:
Posting Komentar