Senin, 21 November 2011

Konseling Gestalt bagi Siswa yang mengalami Kesepian (Loneliness)

Konseling Gestalt bagi Siswa yang mengalami Kesepian (Loneliness)
Oleh Gian Sugiana Sugara, S.Pd, CHt

Note : Studi kasus dibawah ini merupakan bagian dari serangkaian pengalaman penulis dalam melakukan praktek Konseling di sekolah.

Kesepian (Loneliness) adalah keadaaan yang diakibatkan oleh perasaaan tidak terpenuhi kebutuhan keakraban, adanya hasil persepsi dan evaluasi hubungan sosial yang kurang memuaskan dan kurang adanya penguatan sosial (Mukodim dkk, 2004 : 113). Sementara Peplau dan Perlman (Ritandiyono, 2004) mendefiniskan kesepian sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kesepian terjadi saat klien mengalami terpisah dari orang lain dan mengalami gangguan sosial (Copel, 1998). Melihat tinjauan teoritis di atas, dapat dikatakan bahwa konseli mengalami kesepian dalam hidup. Adapun karakteristik orang yang kesepian (loneliness) seperti yang dikemukakan oleh Jones, Freemon, and Goswick (Booth, 1996) bahwa orang yang kesepian menggambarkan dirinya sebagai orang yang tidak berharga, tidak ada harapan, tidak berdaya, tidak diterima, dibandingkan dengan orang lain. Melihat fakta empiris yang ada, konseli memiliki masalah merasa kesepian (loneliness) dalam hidupnya. Terdapat dua faktor umum yang berhubungan dengan penyebab kesepian tersebut di atas, yaitu harga diri yang rendah dantidak adanya kehendak untuk menggunakan sumber-sumber dukungan sosial (Vaux dalam Arishanti, 2006).


a)  Deskripsi Kasus
          Konseli berusia 14 tahun dan merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Konseli merasa kesepian dan hidupnya hampa tidak berarti serta seringkali mengalami kecemasan ketika sendirian di rumah. Selain itu, konseli sering memikirkan perceraian kedua orang tuanya dan mengalami kecemasan ketika memikirkan itu. Seringkali konseli jatuh sakit karena memikirkan hal tersebut. Dalam catatan harian SMPN 3 Bandung tentang intensitas absen siswa, konseli sering tidak masuk minimal satu hari dalam satu minggu baik itu karena sakit ataupun karena alpha. Akibat kecemasan yang dideritanya itu, konseli mengalami sakit usus bantu dan harus dilakukan operasi. Konseli menceritakan perasaan kesepian dan hampa ini karena dia merasa tidak ada yang menemaninya apalagi setelah orang tuanya bercerai. Setelah melakukan wawancara lebih lanjut, diketahui bahwasanya konseli tinggal di bandung bersama adiknya. Sementara kakak yang pertama tinggal di Jakarta karena bekerja sebagai manajer cabang BCA. Kemudian kakak yang ke-2 kuliah di Jepang karena mendapatkan beasiswa kuliah. Adiknya berada di kelas VII SMPN 3 Bandung. Sementara setelah bercerai kedua orang tuanya berpisah, ayahnya bekerja di Kalimantan menjadi tenaga kerja di bagian pertambangan. Ibunya bekerja di Jakarta sebagai pegawai bank swasta. Konseli pernah menceritakan keinginannya untuk bertemu dengan ayah dan sempat terwujud walaupun dengan sengaja datang ke bandara sebelum ayahnya berangkat ke Kalimantan. Sementara karena ibunya begitu sibuk, sehingga ketika konseli ingin bertemu harus datang sendiri ke Jakarta. Walaupun memang di antar oleh supir pribadi. Kondisi di atas, menunjukkan bahwa perasaan kesepian (loneliness) konseli berasal dari rasa cemasnya dan tidak adanya perhatian yang mendalam dari kedua orang tuanya ataupun kakaknya setelah mengalami perceraian. 

Identitas Konseli

Nama                : Ismi (nama samaran)
Kelas                 : VIII-G
Jenis Kelamin  : Perempuan
TTL                    : Bandung, 21 Desember 1995
Agama              : Islam
Anak ke             : 3 dari 4 saudara
Status                : Anak Kandung
Alamat               : Bandung
Nama Ayah       : TW
Status                : Ayah Kandung
Pendidikan       : SMA
Pekerjaan         : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Nama Ibu          : RD
Status                : Ibu Kandung
Pendidikan       : SMA
Pekerjaan         : Pegawai Bank
Kegiatan Eksul : Basket

Ada beberapa indikator yang menunjukkan konseli memiliki masalah merasa kesepian dalam hidup (Loneliness) yakni sebagai berikut :
1. Sering cemas ketika sendiri
2. Merasa hampa dan sendiri
3. Sering menangis ketika mengingat orang tuanya yang bercerai
4. Merasa tidak ada yang bisa memahaminya
5. Sering jatuh sakit karena cemas bahkan pernah sakit usus buntu
d)  Penanganan Kasus (Treatment yang diberikan)
          Berdasarkan fakta empiris di atas, terlihat bahwasanya masalah konseli adalah masalah kesepian (Loneliness). Seperti apa yang diungkapkan oleh Booth (1996) yang menjelaskan bahwa kesepian (loneliness) terjadi karena adanya ketidaktercapaian antara hubungan yang diharapkan dengan kenyataan sosial. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan beberapa alternative bantuan untuk menangani masalah kesepian konseli. Adapun bantuan yang dapat diberikan kepada konseli adalah layanan konseling individual secara intensif. Kesepian terjadi karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kehidupan sosial. Intervensi konseling individual diarahkan pada kesadaran diri dan tanggung jawab sebagai pribadi. Untuk itu, pendekatan yang digunakan adalah Getalt Theraphy. Safaria (2005 : 7) menjelaskan bahwa pendekatan Gestalt sangat cocok untuk menangani masalah-masalah kehampaan hidup dan membawa pada penekanan sekarang dan saat ini. Dengan demikian, pendekatan konseling Gestalt bisa menjadi alternatif bantuan bagi konseli untuk bangkit dari perasaan kesepian.
          Kesepian sangat berkaitan erat dengan ketidakdekatan atau keintiman dalam hubungan dengan seseorang (Weiss dalam Arishanti, 2006). Pada kasus di atas, konseli mengalami depresi atas perceraian yang terjadi di antara kedua orang tuanya dan merasa hampa karena tidak adanya perhatian yang intens dari kedua orang tuanya konselor menggunakan pendekatan Gestalt yakni teknik kursi kosong (empty chair) untuk mengutarakan luapan emosi yang tidak tersampaikan ketika kedua orang tuanya bercerai. Karena konseli merasa kedua orang tuanya belum memahami dia dan saling egois, tidak mempedulikan dirinya. Hal ini sesuai dengan prinsip Gestalt yakni disini dan sekarang (Here and Now). Corey (2005) menjelaskan salah satu pandangan Gestalt adalah menyelesaiakan masalah yang belum terselesaikan (unfinished business). Safaria (2005 : 117) menjelaskan bahwa teknik kursi kosong ini digunakan untuk memahami urusan-urusan yang tak selesai dalam kehidupan konseli yang selama ini membebani dan menghambat kehidupan konseli secara sehat. Untuk itu, pada sesi ini, konseli melakukan dua peran sekaligus yakni sebagai dirinya dan kedua orang tuanya. Langkah pertama yang dilakukan konselor adalah menginformasikan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan kemudian konselor menanyakan kesiapan dari konseli untuk membayangkan kedua orang tuanya ada di ruangan konseling. Setelah itu, konseli melakukan dialog peran yang diperankan oleh dirinya sendiri namun berperan ganda yakni dirinya dan kedua orang tuanya. Konselor menyediakan kursi kosong dan konseli mulai memerankan peran sebagai dirinya serta berbicara kepada kedua orang tuanya dalam kursi kosong itu. Konseli mulai meluapkan seluruh emosinya dan mengucurkan air mata. Setelah itu, konseli berganti peran sebagai kedua orang tuanya dan menanggapi luapan dari dirinya. Teknik kursi kosong ini menjadi salah satu media untuk meluapkan emosi yang belum tersampaikan dan setelah berdialog dengan kedua orang tuanya, konselor meminta kedua orang tuanya meminta maaf pada konseli dan konseli memaafkan kesalahan kedua orang tuanya. Konseli mulai merasa lega dan konselor menanyakan perasaannya. Konseling diakhiri berdasarkan kesepakatan bersama konseli dan konselor setelah konseli mulai merasakan masalah yang dihadapinya lepas dan lega.

DIbawah ini merupakan cuplikan konseling yang direkam oleh konselor.

Sesi Pertama
Tahapan Attending
Konseli          : “Assalamu’alaikum….”
Konselor        : “Eh, ismi…wa’alaikumsalam….silahkan masuk, mi….”
                         (sambil memberikan senyuman dan mempersilahkan)
Konseli          : “Bapak memanggil saya ? ada apa ya ?”
Konselor       : “Ya,,,bapak ingin mengobrol dengan ismi….”
Konseli          : “tentang apa ya, pak ? (keheranan)
Konselor       : “tentang lembaran masalah yang telah ismi tulis…bapak, tertarik sekali untuk 
                          lebih mengetahui lebih jauh…mungkin, kita bisa berbagi atau bercerita?”
Konseli          : “Maksudnya apa ya ?”
Konselor       : “ya, bapak kemarin membaca tulisan ismi tentang masalah ismi….dan bapak 
                         sangat ingin sekali mengetahui lebih dalam tentang masalah itu”
Konseli          : “oya…pak…memang sebetulnya banyak sekali masalah yang saya hadapi… 
                         dan saya ingin membagi semua masalah ini kepada siapa”
Konselor        : “Ya, bapak sangat memahami sekali apa yang Ismi rasakan…untuk itu, jika ismi 
                         berkenan mungkin ke depan kita akan ada pertemuan untuk membicarakan 
                         masalah Ismi ini”
Konseli          : “ya…pak, boleh…kenapa yak pak saya merasa orang tua saya tidak peduli 
                         kepada saya mereka egois dengan kesibukannya?”
Konselor        : “memang, orang tua Ismi sekarang dimana ?”
Konseli          : “sekarang keduanya sudah berpisah..pak…mereka egois…dan tidak 
                         mempedulikan Ismi”
Konselor        : “maaf, maksudnya sudah bercerai ?”
Konseli           : “ya, pak…mereka tidak mempedulikan saya dan adik saya malah sibuk dengan 
                          kesibukannya sendiri…”
Konselor        : “sekarang, ayah dan ibu tinggal dimana ?”
Konseli           : “ayah sekarang tinggl di Kalimantan dan ibu di Jakarta bekerja di Bank”
Konselor        : “ya, bapak sangat bisa merasakan apa yang Ismi rasakan jika berada di posisi 
                          Ismi…Ok, Ismi sebelum berlanjut lagi…nampaknya waktu pertemuan kita sudah 
                          hampir satu jam….boleh kiranya kita menentukan untuk melakukan pertemuan 
                          lagi?
Konseli           : “ya, pak…boleh…”
Konselor         : “kapan kira-kira Ismi bisanya ?”
Konseli            : “terserah bapak aja…waktu sekolah aja pak”
Konselor         : “baik, gimana kalau setiap hari rabu atau jumat…bapak panggil ismi untuk ke 
                          ruang BK ?”
Konseli            : “Boleh…pak”
Konselor          : “Oya, sebelumnya…silahkan isi lembar komitmen dulu…bukti bahwa kita 
                            melakukan konseling”
Konseli             : “untuk apa ya, pak ?”
Konselor           : “Ini hanya sebagai bukti bahwa Ismi komitmen untuk melakukan konseling 
                            dengan bapak”
Konseli             : “ya,,,,pak” (mengisi form pernyataan konseling)
Konselor          : “baik, nampaknya..pertemuan kita kali ini dicukupkan sekian dulu…terima 
                            kasih Ismi sudah mau berbagi dengan bapak…”
Konseli             : “sama-sama, pak…assalamu’alaikum wr.wb” (konseli meninggalkan ruang BK sambil mencium tangan praktikan)

Sesi kedua
Konseli         : “Assalamu’alaikum”
Konselor       : “wa’alaikumsalam…silahkan masuk Ismi” (sambil tersenyum)
                        “Bagaimana kabarnya hari ini Ismi ? kelihatan dari mukanya penuh semangat 
                        dan ceria..”
Konseli          : “Alhamdulillah, baik pak…”(sambil tersenyum)
Konselor        : “ada gak kebahagiaan yang Ismi rasakan pada hari ini..?”
Konseli          : “Ya, pak…alhamdulillah hari ini Ismi mendapatkan sepatu basket yang Ismi 
                         inginkan sejak dulu”
Konselor        : “Alhamdulillah, yak….bapak ikut senang dan bahagia”
                         “oya, mari kita lanjutkan pembicaraan kita yang kemarin”
Konseli           : “ya, pak saya sering merasakan sendiri di rumah bahkan merasa seluruh 
                          keluarga saya tidak peduli kepada saya….tidak ada yang bisa memahami saya”
Konselor         : “jadi, Ismi tidak nyaman dengan kondisi seperti ini”
Konseli            : “benar, pak…saya kasihan ke adik saya yang masih kelas VII harus ditinggal 
                           oleh ayah dan ibu…mereka sibuk dengan urusannya sendiri”
Konselor         : “jadi, Ismi merasa harus diperhatikan oleh kedua orang tua Ismi”
Konseli            : “ya, pak…saya kan anak mereka tapi untuk bertemu saja begitu sulit….”
Konselor         : “terus sekarang, bagaimana biasanya Ismi bertemu dengan mereka ?”
Konseli           : “kalau bertemu dengan ibu saya harus pergi ke Jakarta karena ibu sibuk 
                          dengan urusannya sendiri…dan kemarin ketemu dengan ayah di bandara 
                          walaupun hanya sekitar 15 menit sebelum beliau berangkat ke Kalimantan lagi”
Konselor        : “jadi komunikasi dengan keluarga jarang ya”
Konseli          : “seperti itulah, pak..saya jugagak ngerti kenapa orang tua saya berbeda dengan 
                         orang tua yang lain”
Konselor        : “Ismi merasa orang tua tidak adil terhadap Ismi”
Konseli          : “mereka terus sibuk mengurusi urusan sendiri sementara anaknya tidak 
                         diurus…bahkan saya merasa saya hidup sendiri dan hampa…tidak seperti 
                         orang lain yang memiliki ayah dan ibu"
Konselor        : “ya, bapak bisa merasakan apa yang ismi rasakan…tapi bukankah sampai saat 
                         ini Ismi masih memiliki mereka”
Konseli          : “memang mereka masih ada tapi Ismi hanya ingin mereka lebih peduli terhadap 
                         anak-anaknya”
Konselor       : “benar, bapak tahu benar perasaan ismi..mudah-mudahan bapak bisa 
                        membantu Ismi…ok, Ismi, nampaknya waktu sudah menunjukkan jam11…
                        pertemuan konseling kali ini dicukupkan sekian dulu ya….bapak, sangat yakin   
                        Ismi bisa bangkit dalam masalah ini karena Ismi memiliki potensi yang luar biasa”
Konseli         : “ya, pak….terima kasih sudah mau berbagi dengan Ismi”
                        “Assalamu’alaikum” (sambil mencium tangan)

Sesi ketiga
Tahapan Intervensi Teknik Kursi Kosong (Empty Chair Technique)

Konseli         : “Assalamu’alaikum”
Konselor       : “wa’alaikumsalam…silahkan masuk Ismi” (sambil tersenyum)
                        “Bagaimana kabarnya hari ini Ismi ? kelihatan dari mukanya penuh semangat 
                        dan ceria..”
Konseli          : “Alhamdulillah, baik pak…”(sambil tersenyum)
Konselor        : “ada gak kebahagiaan yang Ismi rasakan pada hari ini..?”
Konseli           : “Ya, pak…alhamdulillah hari ini Ismi masih bisa belajar”
Konselor        : “Alhamdulillah, yak….bapak ikut senang dan bahagia”
                         “oya, sampai mana ya kemarin kita melakukan pembicaraan”
Konseli           : “ya, pak sebetulnya perasaan sedih Ismi mungkin karena ismi merasa keluarga 
                          Ismi tidak lagi memperhatikan Ismi”
Konselor        : “ya, bapak bisa memahami Ismi” (empati)
Konseli           : “seandainya waktu bisa berputar kembali saat dulu ketika ayah dan ibu belum 
                          bercerai sepertinya bahagia hidup ini”
Konselor        : “tapi sekarang kan Ismi masih memiliki kedua orang tua Ismi, kakak, dan adik 
                         Ismi…bukankah mereka sangat berarti bagi Ismi”
Konseli          : “memang mereka sangat berarti sekali bagi Ismi dan karena adik Ismi…Ismi 
                         bisa bertahan karena ingin menunjukkan kepada kedua orang tua Ismi bahwa 
                         Ismi juga bisa mendidik baik adik Ismi. Ismi ingin mereka melihat Ismi lebih 
                         dewasa”
Konselor        : “Ya,,,benar sekali kita harus membahagiakan kedua orang tua kita karena 
                         mereka yang telah memberikan segalanya bagi kita…”
                         “baik, Ismi bapak ingin tahu ada gak hal yang ingin Ismi sampaikan tapi belum 
                         tersampaikan pada ayah dan ibu”
Konseli           : “sebetulnya ada pak, saya masih heran mengapa mereka tega meninggalkan 
                          saya dan adik saya untuk bercerai”
Konselor         : “jadi, karena Ismi merasa orang tua egois sehingga Ismi merasa sendiri dan 
                          hampa dalam hidup”
Konseli           : “ya, mungkin seperti itu pak…kadang saya juga merasa cemas dengan 
                          keadaan saya yang seperti ini”
Konselor         : “ benar, bapak bisa merasakan yang Ismi rasakan dan bukankah semua masa 
                          depan dapat Ismi wujudkan tentang minat dan cita-cita Ismi serta keinginan Ismi 
                          untuk membahagiakan adik Ismi semuanya masih terbuka lebar. Ismi mampu 
                          meraihnya”
Konseli           : “ya, pak..” (terlihat bersemangat)
Konselor         : “baik…Ismi, kita akan melakukan sebuah eksperimen…tujuannya adalah unutk 
                           mengurangi kecemasan yang selama ini Ismi rasakan. Bapak, ingin Ismi 
                           berperan ganda sebagai kedua orang tua ismi dengan berpindah pada kursi 
                           ini. Nanti Ismi ungkapkan seluruh keluh kesah Ismi pada kursi yang di depan 
                           dengan membayangkan kedua orang tua Ismi di kursi itu. Kemudian Ismi juga, 
                           berperan sebagai ayah dan ibu dengan duduk di kursi itu dan menanggapi 
                           ungkapan Ismi…baik, sebelum kita mulai…Ismi bisa membayangkan kedua 
                           orang tua Ismi ada disni ?”
Konseli            : “ya, pak…bisa”
Konselor        : “ baik Ismi sekarang bayangkan kedua orang tua Ismi masuk ke dalam ruangan 
                          ini kemudian duduk di depan Ismi di kursi ini…sekarang silahkan Ismi 
                          ungkapkan sesuatu yang ingin bicarakan dari dulu kepada kedua orang tua Ismi”
Konseli           : “ayah…ibu…ismi ingin bertanya mengapa semua in bisa terjadi…apakah ayah 
                          dan ibu sudah tidak sayang lagi pada ismi ? “ (konseli mencucurkan air mata)
Konselor         : “baik…Ismi sekarang pindah tempat duduk dan sekarang menjadi kedua orang 
                          tua Ismi kemudian tanggapi apa yang Ismi ungkapkan tadi”
Konseli           : “ya,,,tapi ayah dan ibu tidak bisa menghindari ini…kita harus berpisah seperti 
                          ini” (orang tua)
Konselor        : “ismi berpindah lagi dan jadi Ismi lagi silahkan tanggapi ungkapan kedua orang 
                          tua Ismi”
Konseli          : “Tapi ayah dan ibu tahu tidak Ismi merasa hampa sendiri dan iri melihat keluarga 
                         yang lain” (konseli mencucurkan air mata)
Konselor        : “baik Ismi sekarang berpindah tempat duduk lagi dan jadi kedua orang tua 
                         Ismi..minta maaf kepada Ismi karena telah membuatnya sedih”
Konseli          : “ya, Ismi…euueeuu…ayah dan ibu minta maaf jika Ismi selama ini terluka dan 
                          sendiri..tapi hal ini harus terjadi dan tidak bisa tidak…Ismi harus menerima ini 
                          semua…sekali lagi maafin ayah dan ibu…ismi” (orang tua)
Konselor       : “ya, Ismi silahkan pindah lagi dan menjadi Ismi lagi…maafin semua kesalahan 
                         kedua orang tua Ismi”
Konseli         : “ya, ismi maafkan semua kesalahan ayah dan ibu kepada ismi…
                         mudah-mudahan Ismi bisa lebih dewasa lagi”
Konselor       : “Baik ismi dan kedua orang tua Ismi silahkan sekarang saling berpelukan…” 
                        (konseli dengan membayangkan kedua orang tuanya berpelukan)
                        “baik, Ismi bagaimana sekarang perasaannya ?”
Konseli         : “Alhamdulillah sekarang lega dan serasa bebas, pak…”
Konselor       : “baik, mudah-mudahan pertemuan kita kali ini bisa bermanfaat dan bapak 
                         sangat yakin ismi bisa berprestasi dan memberikan yang terbaik bagi keluarga
                         Ismi…nampaknya waktu sudah menunjukkan jam 11…pertemuan kita 
                         dicukupkan sekian dulu ya…”
Konseli         : “ya, pak …terima kasih banyak telah banyak membantu Ismi”
Konselor       : “sama-sama…sukses ya…”
Konseli         : “Assalamu’alaikum” (sambil mencium tangan)
Konselor       : “wa’alaikum salam….”

Sesi keempat
Tahapan Evaluasi

Praktikan meminta konseli untuk datang ke ruang Bimbingan dan Konseling

Konseli          : “Assalamu’alaikum”
Konselor       : “wa’alaikumsalam…silahkan masuk Ismi” (sambil tersenyum)
                         “Bagaimana kabarnya hari ini Ismi ? kelihatan dari mukanya penuh semangat  
                         dan ceria..”
Konseli          : “Alhamdulillah, baik pak…”(sambil tersenyum dan bermuka ceria)
Konselor       : “baik, Ismi bagaimana sekarang perasaannya ? masih merasa cemas?
Konseli          : “Alhamdulillah…pak akhirnya saya bisa semangat lagi dalam belajar…Saya 
                         masih banyak keinginan untuk membahagiakan adik saya”
Konselor       : “Alhamdulillah…baik, nampaknya kita perlu nambah sesi pertemuan untuk 
                        membicarakan masalah Ismi gak ?”
Konseli         : “nampaknya, tidak usah pak…sekarang saya tidak mengalami perasaan 
                        kesendirian dan hampa lagi, pak…karena saya masih punya adik, dan kakak 
                        saya”
Konselor      : “baiklah, kalau seperti itu mungkin pertemuan konseling kita..hari inilah yang 
                        terakhir…mudah-mudahan selama pertemuan konseling kita banyak ilmu yang 
                        bisa diambil pelajarannya….”
                       “Bapak, minta maaf jika selama ini banyak perkataan bapak yang menyinggung 
                       perasaan Ismi…”
Konseli        : “justru saya pak yang seharusnya berterima kasih karena bapak telah membantu 
                       saya..”
Konselor     : “ya, sama-sama…mudah-mudahan bapa bisa lebih baik lagi…”
Konseli       : “ya, pak sama-sama…”
Konselor     : “mungkin, pertemuan kita kali ini dicukupkan sekian….terima kasih atas 
                      kesediannya untuk datang”
Konseli       : “sama-sama, pak… terima kasih…assalamu’alaikum..” (sambil mencium tangan)
Konselor    : “wa’alaikum salam…”

*Penulis adalah konselor dan psikoterapis di klinik Konseling & Hypnotherapy Cihanjuang Cimahi, trainer Mind Reprogramming dan Direktur MAKNA Life Institute

Daftar Pustaka 

Arishanti, Klara Innata. (2006). Pengaruh Sosial dan Kontrol Sosial. Jakarta : Handout Psikologi Sosial

Booth, Richard. (1996). Importance of Understanding Loneliness. Terdapat di : www.mentalhealth.com (28 Desember 2009)

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi (Diterjemahkan oleh: E. Koeswara). Bandung: PT. Refika Aditama

Mukodim, Didin dan Ritandiyono. (2004). Peranan Kesepian dan Kecenderungan Internet Addiction Disorder terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Universitas Gunadarma. Depok : Publikasi Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Safaria, Triantoro. (2005). Teori dan Konseling Gestalt. Yogyakarta : Graha Ilmu

Santrock, Jhon W. (1995). Life-Span Develompment : Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga

Suryabrata, Sumadi. (1993). Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali Press

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Free Samples By Mail